Boston, Ada ungkapan bahwa pria tak akan menangis meski hatinya berdarah, seolah pria begitu tangguh dalam menghadapi stres. Padahal menurut penelitian, kemampuan pria sama saja dengan wanita ketika berhadapan dengan kondisi stres atau depresi.
Bukan untuk urusan sepele saja, bahkan ketika berada di medan pertempuran pria dan wanita sama-sama akan menghadapi kondisi yang bisa memicu stres. Dampaknya akan dirasakan setelah perang berakhir, atau habis masa tugasnya lalu dipulangkan.
Sebagian besar prajurit, baik pria maupun wanita akan mengalami kondisi yang disebut Gangguan Stres Pasca Trauma atau Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Gejalanya bervariasi, namun yang paling banyak dilaporkan adalah gelisah (anxious) sepanjang waktu.
Selama ini, PTSD diyakini memberi dampak lebih besar pada mantan prajurit wanita dibandingkan pria. Karena itu seperti dikutip dari Healthday, Rabu (8/6/2011), prajurit wanita jarang dilibatkan dalam baku tembak secara langsung dan lebih banyak melakukan tugas-tugas lain di markas.
Padahal menurut penelitian di Boston University, pemicu stres yang dihadapi prajurit wanita di markas tidak kalah banyak dibanding pria di lapangan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari proses adaptasi dengan lingkungan baru hingga pelecehan seksual dari sesama prajurit.
Ketika membandingkan kondisi para prajurit Amerika Serikat sebelum dan sesudah ditugaskan ke Irak dan Afghanistan, para peneliti menyimpulkan bahwa prajurit pria maupun wanita menghadapi level stres yang relatif sama. Level stres pada prajurit wanita sedikit lebih rendah, namun tidak signifikan.
Namun ketika disesuaikan dengan berbagai faktor, level stres pada prajurit pria maupun wanita tidak mempengaruhi lamanya waktu untuk memulihkan kondisi mentalnya. Secara umum, mantan prajurit pria tidak lebih cepat dari wanita untuk bangkit dari stres.
sumber detikhealth